Sirine jelas tidak dapat disamakan dengan klakson. Walaupun sama – sama mengeluarkan bunyi, fungsi dan keperuntukan keduanya berbeda. Untuk menjelaskan perbedaan fungsi peruntukan masing – masing, dibawah ini akan menjelaskan pengertian klakson dan sirine.Klakson adalah perlengkapan yang melekat pada kendaraan bermotor pada umumnya. Dalam Pasal 70 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, klakson dikategorikan sebagai komponan pendukung yang merupakan bagian dari kontruksi kendaraan bermotor, sama seperti kaca spion, bumper, penghapus kaca (wiper), sabuk pengaman, atau alat pengukur kecepatan untuk kendaraan yang memiliki kemampuan kecepatan 40km/jam atau lebih pada jalan datar.Klakson merupakan alat untuk berkomunikasi antara pengemudi kendaraan yang satu dengan yang lainnya. Klakson digunakan saat pengemudi ingin”berbicara” atau memberi isarat kepada pengemudi yang lain untuk keselamatan dan keamanan kedua belah pihak, misalnya, ketika hendak mendahului, meminta ruang jalan, dan sebagainya.Karena kegunaannya untuk berkomunikasi antar pengendara, maka klakson seharusnya baru digunakan ketika ada keperluan komunikasi tersebut.
Suara Sirine Kebakaran Kelapa Indonesia
Membunyikan klakson tanpa alasan jelas, tak ubahnya seperti orang gila yang bicara sendiri.Secara umum menggunakan klakson diatur dalam pasal 71 PP No.43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan. Dalam ayat 1, dikatakan isyarat peringatan dengan bunyi yang berupa klakson dapat digunakan apabila:. Diperlukan untuk keselamatan lalu lintas. Melewati kendaraan lain yang ada di depan.Hanya untuk kepentingan itu saja klakson relevan digunakan. Bahkan dalam ayat 2 pasal diatas ditentukan larangan menggunakan klakson, yakni;.
Pada tempat – tempat tertentu yang dinyatakan dengan rambu – rambu;. Apabila isyarat bunyi tersebut mengeluarkan suara yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor.Mengingat tidak adanya ketentuan yang mengatur kiteria “suara yang tidak sesuai itu”. Pasal 74 PP No.44 Tahun 1993 hanya menyebutkan bahawa klakson harus dapat mengeluarkan bunyi yang dalam keadaan bisa dapat didengar pada jarak 60 meter.Pembahasan ini memang tidak jelas. Ukuran “dalam keadaan biasa dapat didengar pada jarak 60 meter” sangat relatif. Misalnya jarak 60 meter kota dengan di desa jelas berbeda. Karena batasan yang relatif itu, ada klakson kendaraan yang bunyinya seperti merintih, dan ada pula yang bunyinya terlalu keras seperti peluit stroom kapal.Klakson yang ada disetiap kendaraan sebenarnya sudah dirancang oleh pabrik pembuatnya agar terdengar pantas dan sesuai dengan jenis kendaraan.
Tetapi, tidak jarang pengendara melakukan modifikasi atau menggati klakson kendaraan agar berbunyi lebih nyaring.Layaknya orang yang berbicara, penggunaan klakson juga mempunyai etika tersendiri yang menunjukan tingkat kesopanan seorang pengendara dalam berkomunikasi dengan pengendara lain. Oleh karena itu, nada klakson harus disesuaikan dengan kondisi pesan yang disampaikan. Jika hanya untuk mendahului, atau meminta ruang jalan, klakson cukup di bunyikan dua tiga kali dengan nada pendek. Klakson dengan nada panjang yang berulang – ulang akan kedengaran seperti orang cerewet atau membentak. Tetapi, jika hendak memberi peringatan terhadap sesuatu yang mungkin mendatangkan bahaya, nada klakson bisa saja disesuaikan.Penggunaan klakson ini memang sangat tergantung pada pribadi pengendara untuk memilih dan menggunakan klakson yang sesuai dan pantas. Yang jelas, apabila klakson kendaraan terlalu keras, dan para pengendara menggunakan klakson bukan sebatas untuk berkomunikasi antar kendaraan melainkan untuk saling “membentak” dijalan, maka dampak lanjutannya adalah terjadi kebisingan yang justru merugikan mereka sendiri dan para pemakai jalan lain.Manusia normal mampu mendengar suara berfrekuensi 20 – 20.000Hz ( satuan suara berdasarkan perhitungan jumlah getar sumber bunyi perdetik ) dengan intensitas atau tingkat kekerasan dibawah 80 desibel.
Bunyi diatas itu kalau terus menerus dan dipaksakan bisa merusak pendengaran karena bisa mematikan fungsi sel – sel rambut dalam sistem pendengaran.Gejala awal seringkali tidak dirasakan, kecuali telinga berdengung, kemudia diikuti oleh menurunnya kemampuan pendengaran. Kebisingan suara dijalan yang setiap hari didengar oleh para supir bus pun bisa berdampak buruk bagi pendengaran supir itu sendiri.Ada hasil penelitian yang menyatakan, kemunduran pendengaran pada para manula pun banyak bergantung pada polusi suara atau bunyi yang didengar sepanjang hidupnya. Artinya, kalau terlalu sering mendengarkan suara – suara bising dan keras, proses fisiologi jaringan otot dalam tubuh manusia akan lebih mudah terganggu.Selain itu, suara bising yang ditimbulkan pengguna klakson yang berlebihan juga mengakibatkan tekanan psikis atau stres bagi yang mendengarnya, sehingga berpengarush pada tingkat konsentrasi dan emosi para pengendara. Konsentrasi dan emosi pengendara yang terganggu jelas berpotensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas.Oleh sebab itu, tidak ada yang menguntungkan dari penggunaan klakson yang berlebihan. Justru sebaliknya, pemakaian klakson tidak pada tempatnya, akan merugikan masyarakat sendiri.
Di negara – negara maju yang budaya berlalu lintasnya sudah tinggi, para pengendara kendaraan bermotor tidak pernah menggunakan klakson sembarangan. Klakson baru diguanakan kalau benar – benar sangat di perlukan, itu pun dengan nada pendek yang tidak berulang –ulang. Etika berlalu lintas sangat di jaga. Para pengemudi sangat menghormati satu sama lainya sehingga mengemudikan kendaraan di jalan raya terasa nyaman.Berbeda dengan klakson yang merupaka alat memberi isyarat dalam berlalu lintas dan merupakan komponen teknis kendaraan bermotor, sirine bukan perlengkapan teknis kendaraan bermotor. Sirine hanyalah alat untuk mengeluarkan bunyi peringatan bahaya.